Pages

Monday, 18 February 2013

Masjid Sederhana Tapi Bermanfaat. Bukan Mewah tapi Sepi




i

Quantcast
Masjid adalah pusat ibadah ummat Islam. Di sanalah ummat Islam shalat berjama’ah dan melakukan berbagai kegiatan lainnya.
Membangun masjid imbalannya sangat besar, yaitu: surga:

Usman bin Affan ra.: Kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang membangun sebuah mesjid karena Allah Taala, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga. (Shahih Muslim No.828)
http://media-islam.or.id/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gifBarangsiapa membangun untuk Allah sebuah masjid (mushola) walaupun sebesar kandang unggas maka Allah akan membangun baginya rumah di surga. (HR. Asysyihaab dan Al Bazzar)

Meski demikian, tidak jarang saat ini banyak pengurus masjid yang membangun masjid secara berlebihan dengan bermegah-megahan. Ada yang sampai membuat masjid dengan kubah emas. Padahal ummat Islam masih banyak yang miskin dan terbelakang.
Ironisnya lagi, masjid yang dibangun secara mewah tersebut lebih sering terkunci karena takut ada yang mencuri. Akibatnya orang justru sulit untuk beribadah. Mesjidnya mewah, tapi sepi dari orang yang beribadah. Apalagi ketika shalat subuh, kurang dari 5 shaf. Masjid akhirnya justru jadi tempat tujuan wisata. Bukan tempat orang untuk beribadah.
Anas mengatakan, “Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya melainkan sedikit”[HR Bukhari]

Ada yang beranggapan bahwa menghiasi masjid sehingga indahnya melebihi gereja atau sinagog itu adalah syiar Islam/dakwah, padahal Nabi mengecam hal itu sebagai mengikuti kaum Yahudi dan Kristen:
Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi gereja dan rumah ibadah mereka.” [HR Bukhari]
Aku tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan (keindahan) sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)
Ada yang berpendapat bahwa Allah itu suka keindahan, oleh karena itu membangun masjid harus indah:
Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya. (HR. Al-Baihaqi)

Tapi maksud hadits di atas adalah indah dalam arti rapi dan tidak berlebihan. Jika untuk jadi indah itu harus boros, megah, dan mewah, justru itu dibenci Allah.
Orang yang boros atau menghambur-hamburkan uang secara berlebihan untuk sesuatu termasuk membangun masjid menurut Allah adalah saudara setan:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Karena itu penghematan penting dilakukan. Penggunaan pintu, jendela, atau pun bahan yang tembus sinar matahari (meski warna susu/krim agar tidak panas) bisa dipakai sehingga penggunaan lampu di siang hari yang cerah bisa dihindari. Ventilasi yang baik atau pun penanaman pohon untuk menghalangi sinar matahari bisa menurunkan suhu masjid agar tidak panas.
Allah membenci orang yang suka kemewahan dengan hukuman neraka:

“…Orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa…” [Huud 116]
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Allah tetapi mereka melakukan kedurhakaan, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al Israa’ 16]
“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.” [Al Waaqi’ah 45]

Kebencian Allah terhadap orang yang hidup mewah tercermin di Saba’ ayat 34, Al Muzzammil 11, dan  Az Zukhruf ayat 23.
Allah membenci orang yang bermegah-megah sebagaimana disebut dalam Al Hadiid 20 dan At Takaatsur:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takaatsur 1]

Sesungguhnya membangun masjid mewah/indah itu adalah satu tanda kiamat. Dan kiamat itu akan terjadi saat orang-orang sudah tidak beriman lagi kepada Allah.
Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
Sebaliknya meski gereja-gereja Romawi, Mesir, dan Syams sangat bagus, namun Nabi tidak mau menandingi keindahannya. Padahal dalam segi kekuatan, kerajaan Romawi dan Persia di bawah ummat Islam. Nabi tetap membuat masjid yang sederhana dengan atap dari pelepah pohon kurma:

Abu Said berkata, “Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma.”[HR Bukhari]
Umar juga melarang mewarnai masjid dengan warna merah dan kuning agar orang tidak tergoda akan keindahan masjid sehingga jadi tidak khusyuk beribadah untuk Allah SWT:

Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, “Lindungilah manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk).” [HR Bukhari]
Abdullah bin Umar berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun dengan batu bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang pohon korma. Abu Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a. menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan batu bata dan pelepah korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman r.a. mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiang nya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati. [HR Bukhari]

Niat kita beribadah di masjid adalah untuk menyembah Allah. Bukan untuk mengagumi keindahan masjid.
Sebaliknya meski masjid di zaman Nabi sangat sederhana, namun manfaatnya sangat besar bagi masyarakat. Para pendatang bisa tidur dan bertempat tinggal di teras masjid yang biasa disebut Shuffah:

Anas berkata, “Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw., kemudian mereka bertempat di teras masjid.” [HR Bukhari]
Orang-orang miskin yang tidak punya tempat tinggal juga berdiam di teras masjid/shuffah. Jumlahnya pada zaman Nabi sekitar 70 orang. Di antaranya adalah Abu Hurairah, Abu Darda, Abu Dzar, dan sebagainya. Karena tinggal di masjid, setiap ada ceramah dari Nabi, mereka mendengarnya sehingga akhirnya mereka menjadi alim. Mereka jadi tempat bertanya. Banyak hadits diriwayatkan oleh mereka.

Abdur Rahman bin Abu Bakar berkata, “Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir.” [HR Bukhari]
Abu Hurairah berkata, “Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush Shuffah, tiada seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang. Mereka hanya memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang diikat seputar leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai pada separo betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka menyatukannya dengan tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat” [HR Bukhari]

Para sahabat Nabi yang kaya seperti Abu Bakar biasa memberikan makanan kepada Ashabus Shuffah [Shahih Muslim No.3833].
Jika masjid sekarang punya shuffah untuk tempat tinggal bagi orang-orang miskin, serta orang-orang kaya mau memberi makan mereka, niscaya para gelandang dan anak-anak jalanan yang saat ini jumlahnya begitu banyak tidak akan berkeliaran di jalan dan kelaparan.
Zaman Nabi, meski masjid sederhana, namun bagi orang-orang miskin manfaatnya begitu besar. Zaman sekarang meski masjid begitu mewah sampai ada yang berlapis emas, nyaris tidak bermanfaat bagi orang miskin. Jangankan untuk tempat tinggal orang miskin. Untuk orang beribadah saja sulit karena sering dikunci.
Meski demikian, masjid harus senantiasa bersih dan wangi sehingga orang betah tinggal di dalamnya. Tidak kotor, jorok, dan bau. Harus ada Merbot yang senantiasa menjaga kebersihan masjid. Ini tentu perlu manajemen yang baik dan rapi. Nabi pernah “menegur” seorang Arab Badui yang kencing di masjid dengan cara yang amat halus. Nabi tidak memarahinya. Namun langsung menyiram bekas air kencingnya.

Rasulullah Saw menyuruh kita membangun masjid-masjid di daerah-daerah dan agar masjid-masjid itu dipelihara kebersihan dan keharumannya. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Zaman Nabi, masjid bukan hanya sekedar tempat shalat dan berzikir. Namun orang juga bisa menyenandungkan syair selama tidak mengganggu orang shalat (tidak di waktu shalat).

Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf: “Umar lewat di masjid dan Hasan sedang bersenandung. Hassan berkata kepada Umar yang memelototinya, ‘Aku pernah bersyair di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada engkau (Nabi Muhammad SAW).’ Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata: Aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Allah, kuatkanlah ia (Hasan) dengan ruh suci (Jibril).’ Abu Hurairah menjawab, ‘Ya.’ [HR Bukhari]

Bahkan di HR Bukhari juga disebut Nabi bersama Siti ‘Aisyah pernah melihat orang-orang Habsyi bermain tombak.
Selain itu, orang yang jadi tawanan atau bermasalah bisa diikat di tiang masjid. Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah pada Kitab ke 21 ‘al-Amal fish Shalah’, Bab ke-10.”
Bahkan di zaman Nabi, masjid juga ternyata mempunyai manfaat sosial seperti tempat merawat orang sakit. Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-64 ‘al-Maghazi’, Bab ke-72.” Bahwa Ummat Islam membuat kemah di masjid untuk orang-orang sakit dan lainnya. Saat sekarang, paling tidak di samping masjid orang membangun Majelis Ta’lim dengan Poliklinik Kesehatan untuk melayani masyarakat.
Mimbar masjid:

Hadis riwayat Sahal bin Saad ra.:
Bahwa beberapa orang menemui Sahal bin Saad. Mereka berselisih mengenai jenis kayu mimbar Rasul. Lalu kataku (Sahal): Demi Allah saya benar-benar tahu jenis kayu mimbar itu dan siapa pembuatnya. Aku sempat melihat pertama kali Rasulullah saw. duduk di atas mimbar itu. Abu hazim berkata: Aku katakan kepada Abu Abbas: Ceritakanlah! Ia berkata: Rasulullah saw. pernah mengutus seseorang kepada istri Abu Hazim. Abu Hazim berkata bahwa beliau pada hari itu akan memberi nama anaknya, beliau bersabda: Lihatlah anakmu yang berprofesi tukang kayu. Dia telah membuatkan aku sebuah tempat di mana aku berbicara di hadapan orang. Dia telah membuatnya tiga anak tangga. Kemudian Rasulullah saw. menyuruh meletakkannya di tempat ini. Mimbar tersebut berasal dari kayu hutan. Aku sempat melihat Rasulullah berdiri di mimbar sambil membaca takbir yang diikuti oleh para sahabat. Setelah beberapa lama berada di atas mimbar, beliau turun mengundurkan diri lalu melakukan sujud di dasar mimbar. Kemudian beliau kembali hingga beliau selesai salat. Setelah itu beliau menghadap ke arah para sahabat dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya tadi aku lakukan hal itu agar kalian mengikuti aku dan kalian dapat belajar tentang salatku. (Shahih Muslim No.847)

Di zaman Nabi saja ada orang-orang munafik yang sengaja membangun masjid (Masjid Dliror) untuk memecah-belah ummat Islam. Nabi dengan tegas menghancurkannya. Oleh karena itu, ummat Islam juga tetap harus mewaspadai usaha orang-orang munafik gaya baru yang jumlahnya niscaya bertambah besar.

Dan di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan pada orang-orang mukmin, untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). [At Taubah:107]

Hanya orang-orang yang beriman saja yang boleh memakmurkan masjid. Ada pun orang-orang musyrik tidak pantas karena mereka sendiri tidak beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad serta mempersekutukan Allah:

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [At Taubah 17-18]

Demikian sekilas perbandingan masjid di zaman Nabi yang fungsi sosial dan kemasyarakatannya begitu besar dengan masjid sekarang. Memang ada masjid yang seperti zaman Nabi, namun sayangnya jumlahnya masih sedikit sekali.


Referensi:
HR Bukhari, HR Muslim, HR Abu Daud, HR Tirmidzi dari Hadits Web 3.0 dan Al Qur’an Digital yang bisa didownload di www.media-islam.or.id

0 comments:

Post a Comment