Masjid
adalah pusat ibadah ummat Islam. Di sanalah ummat Islam shalat berjama’ah dan
melakukan berbagai kegiatan lainnya.
Membangun
masjid imbalannya sangat besar, yaitu: surga:
Usman
bin Affan ra.: Kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda: Barang siapa yang membangun sebuah mesjid karena Allah Taala,
maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga. (Shahih Muslim
No.828)
Barangsiapa
membangun untuk Allah sebuah masjid (mushola) walaupun sebesar kandang unggas
maka Allah akan membangun baginya rumah di surga. (HR. Asysyihaab dan Al
Bazzar)
Meski
demikian, tidak jarang saat ini banyak pengurus masjid yang membangun masjid
secara berlebihan dengan bermegah-megahan. Ada yang sampai membuat masjid
dengan kubah emas. Padahal ummat Islam masih banyak yang miskin dan
terbelakang.
Ironisnya
lagi, masjid yang dibangun secara mewah tersebut lebih sering terkunci karena
takut ada yang mencuri. Akibatnya orang justru sulit untuk beribadah. Mesjidnya
mewah, tapi sepi dari orang yang beribadah. Apalagi ketika shalat subuh, kurang
dari 5 shaf. Masjid akhirnya justru jadi tempat tujuan wisata. Bukan tempat
orang untuk beribadah.
Anas
mengatakan, “Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid,
tetapi mereka tidak memakmurkannya melainkan sedikit”[HR Bukhari]
Ada
yang beranggapan bahwa menghiasi masjid sehingga indahnya melebihi gereja atau
sinagog itu adalah syiar Islam/dakwah, padahal Nabi mengecam hal itu sebagai
mengikuti kaum Yahudi dan Kristen:
Ibnu
Abbas berkata, “Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi
masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi gereja
dan rumah ibadah mereka.” [HR Bukhari]
Aku
tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan (keindahan) sebagaimana
yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)
Ada
yang berpendapat bahwa Allah itu suka keindahan, oleh karena itu membangun
masjid harus indah:
Sesungguhnya
Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui
kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya. (HR. Al-Baihaqi)
Tapi
maksud hadits di atas adalah indah dalam arti rapi dan tidak berlebihan. Jika
untuk jadi indah itu harus boros, megah, dan mewah, justru itu dibenci Allah.
Orang
yang boros atau menghambur-hamburkan uang secara berlebihan untuk sesuatu
termasuk membangun masjid menurut Allah adalah saudara setan:
“Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.
Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al
Israa’:26-27]
Karena
itu penghematan penting dilakukan. Penggunaan pintu, jendela, atau pun bahan
yang tembus sinar matahari (meski warna susu/krim agar tidak panas) bisa
dipakai sehingga penggunaan lampu di siang hari yang cerah bisa dihindari.
Ventilasi yang baik atau pun penanaman pohon untuk menghalangi sinar matahari
bisa menurunkan suhu masjid agar tidak panas.
Allah
membenci orang yang suka kemewahan dengan hukuman neraka:
“…Orang-orang
yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa…” [Huud 116]
“Dan
jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Allah tetapi mereka
melakukan kedurhakaan, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan
Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [Al Israa’ 16]
“Sesungguhnya
mereka sebelum itu hidup bermewahan.” [Al Waaqi’ah 45]
Kebencian
Allah terhadap orang yang hidup mewah tercermin di Saba’ ayat 34, Al Muzzammil
11, dan Az Zukhruf ayat 23.
Allah
membenci orang yang bermegah-megah sebagaimana disebut dalam Al Hadiid 20 dan
At Takaatsur:
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu” [At Takaatsur 1]
Sesungguhnya
membangun masjid mewah/indah itu adalah satu tanda kiamat. Dan kiamat itu akan
terjadi saat orang-orang sudah tidak beriman lagi kepada Allah.
Belum
akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah
masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
Sebaliknya
meski gereja-gereja Romawi, Mesir, dan Syams sangat bagus, namun Nabi tidak mau
menandingi keindahannya. Padahal dalam segi kekuatan, kerajaan Romawi dan
Persia di bawah ummat Islam. Nabi tetap membuat masjid yang sederhana dengan
atap dari pelepah pohon kurma:
Abu
Said berkata, “Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma.”[HR
Bukhari]
Umar
juga melarang mewarnai masjid dengan warna merah dan kuning agar orang tidak
tergoda akan keindahan masjid sehingga jadi tidak khusyuk beribadah untuk Allah
SWT:
Umar
menyuruh membangun masjid dan berkata, “Lindungilah manusia (yang berjamaah di
dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal
itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk).” [HR Bukhari]
Abdullah
bin Umar berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun dengan batu
bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang pohon korma. Abu
Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a. menambahnya dan membangun
masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan batu bata dan pelepah
korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman r.a. mengubahnya
dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang
diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiang nya dari batu yang diukir
dan atapnya dari kayu jati. [HR Bukhari]
Niat
kita beribadah di masjid adalah untuk menyembah Allah. Bukan untuk mengagumi
keindahan masjid.
Sebaliknya
meski masjid di zaman Nabi sangat sederhana, namun manfaatnya sangat besar bagi
masyarakat. Para pendatang bisa tidur dan bertempat tinggal di teras masjid
yang biasa disebut Shuffah:
Anas
berkata, “Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw.,
kemudian mereka bertempat di teras masjid.” [HR Bukhari]
Orang-orang
miskin yang tidak punya tempat tinggal juga berdiam di teras masjid/shuffah.
Jumlahnya pada zaman Nabi sekitar 70 orang. Di antaranya adalah Abu Hurairah,
Abu Darda, Abu Dzar, dan sebagainya. Karena tinggal di masjid, setiap ada
ceramah dari Nabi, mereka mendengarnya sehingga akhirnya mereka menjadi alim.
Mereka jadi tempat bertanya. Banyak hadits diriwayatkan oleh mereka.
Abdur
Rahman bin Abu Bakar berkata, “Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang
berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir.” [HR Bukhari]
Abu
Hurairah berkata, “Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush Shuffah, tiada
seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang. Mereka hanya
memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang diikat seputar
leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai pada separo
betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka menyatukannya dengan
tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat” [HR Bukhari]
Para
sahabat Nabi yang kaya seperti Abu Bakar biasa memberikan makanan kepada
Ashabus Shuffah [Shahih Muslim No.3833].
Jika
masjid sekarang punya shuffah untuk tempat tinggal bagi orang-orang miskin,
serta orang-orang kaya mau memberi makan mereka, niscaya para gelandang dan
anak-anak jalanan yang saat ini jumlahnya begitu banyak tidak akan berkeliaran
di jalan dan kelaparan.
Zaman
Nabi, meski masjid sederhana, namun bagi orang-orang miskin manfaatnya begitu
besar. Zaman sekarang meski masjid begitu mewah sampai ada yang berlapis emas,
nyaris tidak bermanfaat bagi orang miskin. Jangankan untuk tempat tinggal orang
miskin. Untuk orang beribadah saja sulit karena sering dikunci.
Meski
demikian, masjid harus senantiasa bersih dan wangi sehingga orang betah tinggal
di dalamnya. Tidak kotor, jorok, dan bau. Harus ada Merbot yang senantiasa
menjaga kebersihan masjid. Ini tentu perlu manajemen yang baik dan rapi. Nabi
pernah “menegur” seorang Arab Badui yang kencing di masjid dengan cara yang
amat halus. Nabi tidak memarahinya. Namun langsung menyiram bekas air
kencingnya.
Rasulullah
Saw menyuruh kita membangun masjid-masjid di daerah-daerah dan agar
masjid-masjid itu dipelihara kebersihan dan keharumannya. (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
Zaman
Nabi, masjid bukan hanya sekedar tempat shalat dan berzikir. Namun orang juga
bisa menyenandungkan syair selama tidak mengganggu orang shalat (tidak di waktu
shalat).
Abu
Salamah bin Abdurrahman bin Auf: “Umar lewat di masjid dan Hasan sedang
bersenandung. Hassan berkata kepada Umar yang memelototinya, ‘Aku pernah
bersyair di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada
engkau (Nabi Muhammad SAW).’ Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya
berkata: Aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar
Rasulullah saw. bersabda, ‘Wahai Allah, kuatkanlah ia (Hasan) dengan ruh suci
(Jibril).’ Abu Hurairah menjawab, ‘Ya.’ [HR Bukhari]
Bahkan
di HR Bukhari juga disebut Nabi bersama Siti ‘Aisyah pernah melihat orang-orang
Habsyi bermain tombak.
Selain
itu, orang yang jadi tawanan atau bermasalah bisa diikat di tiang masjid. Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah pada Kitab ke 21
‘al-Amal fish Shalah’, Bab ke-10.”
Bahkan
di zaman Nabi, masjid juga ternyata mempunyai manfaat sosial seperti tempat
merawat orang sakit. Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah
yang tertera pada Kitab ke-64 ‘al-Maghazi’, Bab ke-72.” Bahwa Ummat Islam
membuat kemah di masjid untuk orang-orang sakit dan lainnya. Saat sekarang,
paling tidak di samping masjid orang membangun Majelis Ta’lim dengan Poliklinik
Kesehatan untuk melayani masyarakat.
Mimbar
masjid:
Hadis
riwayat Sahal bin Saad ra.:
Bahwa
beberapa orang menemui Sahal bin Saad. Mereka berselisih mengenai jenis kayu
mimbar Rasul. Lalu kataku (Sahal): Demi Allah saya benar-benar tahu jenis kayu
mimbar itu dan siapa pembuatnya. Aku sempat melihat pertama kali Rasulullah
saw. duduk di atas mimbar itu. Abu hazim berkata: Aku katakan kepada Abu Abbas:
Ceritakanlah! Ia berkata: Rasulullah saw. pernah mengutus seseorang kepada
istri Abu Hazim. Abu Hazim berkata bahwa beliau pada hari itu akan memberi nama
anaknya, beliau bersabda: Lihatlah anakmu yang berprofesi tukang kayu. Dia
telah membuatkan aku sebuah tempat di mana aku berbicara di hadapan orang. Dia
telah membuatnya tiga anak tangga. Kemudian Rasulullah saw. menyuruh
meletakkannya di tempat ini. Mimbar tersebut berasal dari kayu hutan. Aku
sempat melihat Rasulullah berdiri di mimbar sambil membaca takbir yang diikuti oleh
para sahabat. Setelah beberapa lama berada di atas mimbar, beliau turun
mengundurkan diri lalu melakukan sujud di dasar mimbar. Kemudian beliau kembali
hingga beliau selesai salat. Setelah itu beliau menghadap ke arah para sahabat
dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya tadi aku lakukan hal itu agar kalian
mengikuti aku dan kalian dapat belajar tentang salatku. (Shahih Muslim No.847)
Di
zaman Nabi saja ada orang-orang munafik yang sengaja membangun masjid (Masjid
Dliror) untuk memecah-belah ummat Islam. Nabi dengan tegas menghancurkannya.
Oleh karena itu, ummat Islam juga tetap harus mewaspadai usaha orang-orang
munafik gaya baru yang jumlahnya niscaya bertambah besar.
Dan
di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan
kemudharatan pada orang-orang mukmin, untuk kekafiran dan untuk memecah belah
antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah
memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah:
“Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa
sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). [At Taubah:107]
Hanya
orang-orang yang beriman saja yang boleh memakmurkan masjid. Ada pun
orang-orang musyrik tidak pantas karena mereka sendiri tidak beriman kepada
Allah dan Nabi Muhammad serta mempersekutukan Allah:
“Tidaklah
pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka
mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang
yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [At
Taubah 17-18]
Demikian
sekilas perbandingan masjid di zaman Nabi yang fungsi sosial dan
kemasyarakatannya begitu besar dengan masjid sekarang. Memang ada masjid yang seperti
zaman Nabi, namun sayangnya jumlahnya masih sedikit sekali.
Referensi:
HR
Bukhari, HR Muslim, HR Abu Daud, HR Tirmidzi dari Hadits Web 3.0 dan Al Qur’an
Digital yang bisa didownload di www.media-islam.or.id
0 comments:
Post a Comment